Batu-batu kecil, biarkan tubuhku menyusup menjadi udara
Udara melayang-awang biarkan menjadi embun-embun basah
Embun biarkan aku menyusup diantara bulir yang gemeretak
: Dingin
Dingin suarakan gigil di gendang telingaku
Telinga biarkan terdengar
yang kau dengar
yang pergi menjauh
: di titik- titik Riak
Surabaya, Feb - Agust 2011
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Terkejar atau Sejajar
Selalu ada yang ingin sejajar
Curang, kau bungkam waktu
Mengunduh bingar dari tiap detik
Sudahkah, mendengar yang ingin kau dengar
Jejak- sejenjang di robek prasangka
Tak selalu, kesepian hanya milik luka
Kau dan ia saling mengejar
Berlarian ke kanan memotong arah lajumu
Kau lari ke kiri membuat silangan garis
Bertemu pada persimpangan
Brakkkk....
Tubuh bertemu lumpuh
Saling menumpu, rubuh
Surabaya, Okt 2009 - Agust 2011
Curang, kau bungkam waktu
Mengunduh bingar dari tiap detik
Sudahkah, mendengar yang ingin kau dengar
Jejak- sejenjang di robek prasangka
Tak selalu, kesepian hanya milik luka
Kau dan ia saling mengejar
Berlarian ke kanan memotong arah lajumu
Kau lari ke kiri membuat silangan garis
Bertemu pada persimpangan
Brakkkk....
Tubuh bertemu lumpuh
Saling menumpu, rubuh
Surabaya, Okt 2009 - Agust 2011
Sebuah Kabar Rahasia
Kenapa berahasia, jika itu hanya sia-sia
Menyimpan simpul hingga berkarat usia
Tangisi cerita yang kau anggap sepi
Padahal diubun-ubunmu, memutar hingar musik
Apa yang kau dengar?
Jika luka, amarah, tawa, dan sekedar rasa senyap
Kau bawa dalam tidurmu
Kau tak pernah tahu
Kenapa tanda tanya selalu membawa titik
Kau tak pernah tahu
Kenapa hitungan sajak-matematik begitu rumit
Bukankah udara begitu pasrah menghabisi diri
Di liarnya arus, di rodaroda mesin, di selasela nasib,
Bahkan diam-diam menyusup di liang telinga.
Menjadi bisik yang sepi,
Yang tak terdengar sesiapa atau apa yang lain.
Tapi ia tak sekedar menjadi bisik yang berisik
Sungguh, kerinduan datang
Hanya sewaktu-waktu
Kalau begitu biarkan saja pertanda menjadi
Rahasia di halaman berikutnya
Surabaya, Juli – Agust 2011
Menyimpan simpul hingga berkarat usia
Tangisi cerita yang kau anggap sepi
Padahal diubun-ubunmu, memutar hingar musik
Apa yang kau dengar?
Jika luka, amarah, tawa, dan sekedar rasa senyap
Kau bawa dalam tidurmu
Kau tak pernah tahu
Kenapa tanda tanya selalu membawa titik
Kau tak pernah tahu
Kenapa hitungan sajak-matematik begitu rumit
Bukankah udara begitu pasrah menghabisi diri
Di liarnya arus, di rodaroda mesin, di selasela nasib,
Bahkan diam-diam menyusup di liang telinga.
Menjadi bisik yang sepi,
Yang tak terdengar sesiapa atau apa yang lain.
Tapi ia tak sekedar menjadi bisik yang berisik
Sungguh, kerinduan datang
Hanya sewaktu-waktu
Kalau begitu biarkan saja pertanda menjadi
Rahasia di halaman berikutnya
Surabaya, Juli – Agust 2011
Pelajaran Kesekian
Belajar menjadi batu
Berguru pada musim
Mencatat sepi yang telah bernama
: Kau
Pada lipatan halaman
tak terbaca
tak teraba
tak tereja
Waktu membiru, tundukkan kertas juga pena
Seumpama nada pada kata tersusun
Alunkan suara paling hening, paling bening
Dari kesenyapan di sebuah kota
Surabaya, waktu entah 2010-2011
Berguru pada musim
Mencatat sepi yang telah bernama
: Kau
Pada lipatan halaman
tak terbaca
tak teraba
tak tereja
Waktu membiru, tundukkan kertas juga pena
Seumpama nada pada kata tersusun
Alunkan suara paling hening, paling bening
Dari kesenyapan di sebuah kota
Surabaya, waktu entah 2010-2011
Sampur Bapak
:Budi Palopo
Dalam gendongan langit
Aku meringkuk dalam jaritmu
Aku tak lagi takut membidik titik jauhMu
Karena Ia tak peduli suara parau tangis
Timang aku, si anak angin
Menyusu pada merah darah matahari
Meracau di tengah amuk pusaran bumi
Menari menggenggam selendang wungu
Tarian katamu, seperti sesumbar
Yang diterbangkan ke atas langit
Timang aku, pak
Tambatkan sampurmu, padaku
Agar kematian tak lagi membauiku
Agar sengau - lenguh mencipta
Sajak buta-tuli
Hampir Shubuh, 18 Juli 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...