Gadis kecilku,
Berlarian sepanjang lorong pendapa
Melihatku yang baru menggeber tikar dan buku
Dari kejauhan, glendotan pada ibu
Yang masih sibuk mengaduk kopi
Tangis lirih merengek minta dihantar
"Aku mau menulis bu.."
Lama waktu, mendekapkan kau
Di dadaku rindu pada masa kanak kanak
Pensil menggambar
Kertas digambar
Aneka rupa tanpa warna
"Mana mbak pensil warna, aku mau mewarnai"
Kau tau dik, hidupmu akan melebihi pelangi
Pensil warnapun tak mampu tampung indahnya
Di lorong ini,
Gemarmu memandangi pertunjukkan
Topeng monyet, keliaran tingkah
Yang kau tiru lugu
Kau malas membaca
Walau matamu hapal huruf di lembar-lembar buku
Manja, selalu inginkan aku terus berceloteh
Ketika gadis kecilku terancam
Pelukkan ku akan beralih
Lantas kau berubah jadi
Burung elang yang galak
Kepakan sayap dengan kasarnya
Dan lengkingan riuh, memekakkan
Lalu diam-diam kau menangis
Sedikit ku biarkan kemarahanmu
Agar mau sedikit berbagi
Gadis kecilku, arang di mukamu
Perlahan terhapus tetes hujan
Dan lembut sentuhan waktu
Akan melingkarimu, senantiasa
Surabaya, 23 November 2009
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Memuarakan Kisah, Sementara
Seketika halamanku menjadi begitu ramai
Gegap riuh kembang tertancap di reranting luka
Kesendirian,
Tentang gemericik rindu juga pekat pilu
Sekilas senyum menarik tubuh terburu
Jauh keseberang ikuti para pemburu
Seketika jendela rumah digedor angin
Memaksa jiwa jiwa ranum menari perih
Berlarian,
Pada kata aku telikung menuju muara kisah
Pendulum bergoyang, bertanya kemana
Dijejakkan langkah kembali melanglang
Seketika reriuh hujan berubah senyap
Menampar kenangan yang rikuh ketakutan
Tubuhku melekuk di kotak hias berenda
Sembunyikan diri, di bait bait bernada
Kebiri sebentar sepi, menuju ruang impi
Ubah seribu wajah lelucon
Berdongeng tentang mimpi
: Yang tak pernah dimiliki
Surabaya, 21 November 2009
Gegap riuh kembang tertancap di reranting luka
Kesendirian,
Tentang gemericik rindu juga pekat pilu
Sekilas senyum menarik tubuh terburu
Jauh keseberang ikuti para pemburu
Seketika jendela rumah digedor angin
Memaksa jiwa jiwa ranum menari perih
Berlarian,
Pada kata aku telikung menuju muara kisah
Pendulum bergoyang, bertanya kemana
Dijejakkan langkah kembali melanglang
Seketika reriuh hujan berubah senyap
Menampar kenangan yang rikuh ketakutan
Tubuhku melekuk di kotak hias berenda
Sembunyikan diri, di bait bait bernada
Kebiri sebentar sepi, menuju ruang impi
Ubah seribu wajah lelucon
Berdongeng tentang mimpi
: Yang tak pernah dimiliki
Surabaya, 21 November 2009
Di hujan kedua, terburai kekang
Di hujan kedua
Aroma tubuh cumbui aroma tanah
Kusesapi ngilu malam gerah
Bulan terlalu sibuk berbenah
Langit pekat setengah tengadah
Tatapan sinis sepasang mata
Menyelinap di balik tirai jendela
Rerintih hujan,
Ingatkan aku pada ombak matamu
Ketika sisa mabuk tinggal sejengkal.
Di pelataran rumahku, dulu
Jengah berdiam, aku datangi sendiri pagi
Mengadu...
Kencang Berlari...
Tinggalkan dekapan kelam
Mengejar kau di balik pohon jati
Bonggol akar rapat, de javu basah
Sisa hujan di daun rindu yang resah
Pelukan gugurkan sumpah
Memburai ikatan kekang
Catat janji tentang hujan
Agar kau dan aku
Tak lagi tanam bibit bara
: Di sekat-sekat dada
Sby, 18 November 2009
Aroma tubuh cumbui aroma tanah
Kusesapi ngilu malam gerah
Bulan terlalu sibuk berbenah
Langit pekat setengah tengadah
Tatapan sinis sepasang mata
Menyelinap di balik tirai jendela
Rerintih hujan,
Ingatkan aku pada ombak matamu
Ketika sisa mabuk tinggal sejengkal.
Di pelataran rumahku, dulu
Jengah berdiam, aku datangi sendiri pagi
Mengadu...
Kencang Berlari...
Tinggalkan dekapan kelam
Mengejar kau di balik pohon jati
Bonggol akar rapat, de javu basah
Sisa hujan di daun rindu yang resah
Pelukan gugurkan sumpah
Memburai ikatan kekang
Catat janji tentang hujan
Agar kau dan aku
Tak lagi tanam bibit bara
: Di sekat-sekat dada
Sby, 18 November 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...