Perjanjian itu bukan antara kau dan aku, tapi aku dan langit
Langit yang menangis diam - diam di balik punggungmu
Tak mampuku tinggikan kepala, tanda tangani perjanjian itu
Mana pantas aku mengaku sederajat dengan luasnya langit
Aku tak lagi bernyali, relakan yang bukan milikku
Di balik tengkukmu ada mendung terbendung
Ia selalu tunduk pada titahmu
Dan ini musimku runtuh di geram gemuruh
Yang tak pernah kau bacai
Maka dengan kesadaran dan kerelaan hati
Aku pasrahkan diri digenggam jejari langit
Entah ini pertanda kalah atau apa.
Tapi sungguh aku tak ada daya
Ketika kau berkali kali kiblatkan kejujuran
Agar aku ingkar pada janji itu
Terpaksa, menindih kepala juga dada
Segala sesuatu harus dikekang keterpaksaan
Tak ada angka bulat untuk sebuah keputusan
Bukankah peperangan ada di mana saja
Bahkan di dalam jasad dan juga jiwa
Bisakah sedikit kau pahami, langit
Sebutmu penjaga gerbang surga
Dan aku hanya hujan gerimis kecil
Yang sejenak menggenang di dada
Mungkin tiada harap, selain mimpi yang meluap
Perjanjian telah di buat, bebat diri pada jarak
Inikah bermuara takdir perjumpaan?
Surabaya, Okt 2009
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...
No comments:
Post a Comment