Roti dan Segelas teh hangat tertinggal, sisa kecupan yang tak pernah lagi sampai
Pagi dan setangkai bunga terhidang di meja, ia selalu menungguku di sana
Itu yang kuingat
Pigura kecil di atas meja, perempuan berdada lega menggendong bayi dengan selendang kumal, asyiknya si anak menetek sambil melinting daster kembang-kembang
Meja itu juga simpan dongeng hutan mata dan keranjang retak dada
Dulu, tawa tak pernah alpa menggelinding dari ujung-unjungnya
Meja ini sekarang diam tak lagi riuh, bercakap-cakap sepi, tak lagi bercerita.
foto-foto berjajar bisu, gambar kusam di dinding, tatapannya sayu ke jendela, sesekali ia mengerjap padaku
Kudekap bingkai persegi dan mata teduhnya merasuk dalam kalbu, Ia beratraksi sepeda roda satu ala sirkus, jumpalitan dalam dada yang menghangat. Aku terperangah. Itukah Ibu?
Hebat..! Jemarinya berakar-akar, kakinya kokoh bonggol pohon randu
Sepertinya dulu aku terlalu sibuk menghitung jarak, berlari dari meja satu ke meja yang lain. Membuntal taplak sembarangan tanpa dilipat rapi.
Kini datanglah rindu ketika hujan menari. Atap rumah lubang tepat di atas meja. Terlambat.. banyak cerita yang lupa disulam. Menambalnya tak cukup semalam.
Meja.. Meja.. Meja.. Basah.. “Ibu..!”
Bogor-jakarta-sby, Desember 2008
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...
No comments:
Post a Comment