Detak melaju menguraikan tanya pada denting dua gitar, melagukan nada lembut dan berdentam menyeruak malam yang tiba-tiba kelam. Membaur pada nada pentatonik, mesra keduanya. Menguntit iri pada tubuh yang pilu
Riuhnya suara mengunjungi rindu dan angan yang menampik hadir selintas bayang, memudar ditengarai hujan yang berdesah. Lambatpun mengulum jemari bekas percintaan semalam
Di rimbun pohon tanpa ucap janji, menjadikan satu tubuhmu dan tubuhku, menggumamkan ritme alun mengalun. Sajak tak akan indah menggaung di telinga-telinga pecinta. Yang sibuk mengusap airmata karena rindu yang tak juga sampai
Di mana kenangan pada sebait sajak, yang ditulis dulu tentang ketidaktahuan aku pada bulir bulir embun di matamu. Tak pernahkah ada telaga yang menjadi tujuan jatuhmu. Tak ada genangan luka yang menganga dari matamu.
Hanya aku yang mengiris sendiri bola mata hingga berdarahdarah. Untuk menjumput secuil ritme nada selepas senja
*ciyahhhh gara-gara balawan..!
Sby, 19 april 2009
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...
1 comment:
puisine, koyo wong kesepian wae
Post a Comment