Kerinduan macam apa ini
Yang tiba-tiba datang menyergap
Pada sebuah kota kecil jalanan lengang
Pada pahatan nama di bonggol kayu basah
Juga pelukan jarijemari di punggung telapak ku
Ayun berayun di tengah bisik gerimis senja
Oh.. Lelaki bermata sepi
Dengan dada beruas landai
Dermaga tempatku ingin segera menepi
Keindahan macam apa ini
Yang tiba-tiba jatuh di pelupuk mata
Pada ranum pipi berkelindan pelangi
Pada kilatan bulan tatapan matamu
Juga sulaman dongeng bisu di dadaku
Lembut, pelan nyaris tanpa luka
Oh... lelaki pemuja malam
Hangat tubuhmu di peluk ratapku
Kubangun sarang di lingkar lenganmu
Kenyamanan macam apa ini
Bait sajak sementara pergi berlari
Mencari-cari aku yang kau tisik
Di ruas rusukmu
Surabaya, Maret 2010
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Sekat Puisi
Sekat I :Awalnya sebuah Sepi
Pada sepi yang terperah
Pada rangkai bayang sunyi
Sayat sulur - sulur malam
Getasnya getah bulan
Terasa selembut madu
Peraman embun
Di cawan rindu
Kembang rekah tak bertangkai
Ranum senyummu aroma sunyi
Sekat II : Pada suatu Mimpi
Daun kering ranggasan musim sendu
Tubuhmu gigil rubuh disanding rindu
Akh.. selalu saja tergesa
Ia pergi tanpa permisi
Datangpun tanpa sapa
Hanya sisakan gambar punggung
: Musim hangat meradang
Sekat III : Seperti Sakit yang Hangat
Kalau aku tikamkan sebilah pisau bermata pilu
Menyisalah isak hingga nanti kau tarik paksa
Biarkan tetes embun darah mengalir dari sudut luka
Relakan kepergian senja yang tergulung sepi
Angin tipis datang membelai tak akan hapus
Bercak bercak rindu di dadamu, sayang
Sekat IV : Tinggal Serpih
Bagaimana kalau bertelanjang saja
Melingkari makna tanpa berbaju kiasan
Juga tanpa diksi mendayu
Bagaimana kalau tubuh pekatkan kata
Kalahkan rasa pada kalimat panjang
Juga sanggah bahasa
Bagaimana membijak tanpa kata
Sungguh aku muak potret sanjung
Juga tarian puja puji
Pikat hamba pemuja kata
Dan kau bisu-bungkam mereka
Dengan tingkah genit kerling
Bola bening mata penanti
: Risau rindu, racun candu
Januari 2010
Pada sepi yang terperah
Pada rangkai bayang sunyi
Sayat sulur - sulur malam
Getasnya getah bulan
Terasa selembut madu
Peraman embun
Di cawan rindu
Kembang rekah tak bertangkai
Ranum senyummu aroma sunyi
Sekat II : Pada suatu Mimpi
Daun kering ranggasan musim sendu
Tubuhmu gigil rubuh disanding rindu
Akh.. selalu saja tergesa
Ia pergi tanpa permisi
Datangpun tanpa sapa
Hanya sisakan gambar punggung
: Musim hangat meradang
Sekat III : Seperti Sakit yang Hangat
Kalau aku tikamkan sebilah pisau bermata pilu
Menyisalah isak hingga nanti kau tarik paksa
Biarkan tetes embun darah mengalir dari sudut luka
Relakan kepergian senja yang tergulung sepi
Angin tipis datang membelai tak akan hapus
Bercak bercak rindu di dadamu, sayang
Sekat IV : Tinggal Serpih
Bagaimana kalau bertelanjang saja
Melingkari makna tanpa berbaju kiasan
Juga tanpa diksi mendayu
Bagaimana kalau tubuh pekatkan kata
Kalahkan rasa pada kalimat panjang
Juga sanggah bahasa
Bagaimana membijak tanpa kata
Sungguh aku muak potret sanjung
Juga tarian puja puji
Pikat hamba pemuja kata
Dan kau bisu-bungkam mereka
Dengan tingkah genit kerling
Bola bening mata penanti
: Risau rindu, racun candu
Januari 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...