Kenapa kita jadi sibuk sendiri sayang
Bertengkar atau kelaparan karna rindu?
Di kepala masih ada secuil kalimat,
Yang meluncur dari sudut bibir
Pahit.. pahit...
Itu aku, kamu atau kisah kita
Kenapa punggung kita lebam sayang
Terbakar atau beku karena cemburu?
Di dada masih ada sebingkai kenang
Saat senja kita bertemu
Tangis.. tangis...
Itu aku, kamu atau cerita kita
Kenapa secarik kertas robek?
Karena basah hujan atau kering gersang
Puisi menjadi lumat membubur
Kenapa luka tapi lupa mengaduh?
Karena matahari sibuk berdandan untuk bulan
Dan kita asik memetik ranum bibir
Sby, 22 Januarai 2009
"Terbata berkata-kata, mengucapkan syukurpun dieja. Menggagap kata, mulut kelu hingga mata hampir saja enggan berkedip. Segala proses beku membatu, di bening abjad pun sering mengeluh."
Sebuah Kamar
Denyut kosong
Saling mengutuk
Runut kisah suntuk
Kamar ranjang besi
Kasur tipis dan seekor kutu
Bersahabat lekat kulit dan tulang
Pasien, nafas terburu-buru
Tabung, infus dan seragam putih
Sebuah kamar
Ramai bingkai roti, obat dan jus
Akh.. masih sakit juga kamar itu
Kapan Sembuh?
Sby, 19 Januari 2009
Saling mengutuk
Runut kisah suntuk
Kamar ranjang besi
Kasur tipis dan seekor kutu
Bersahabat lekat kulit dan tulang
Pasien, nafas terburu-buru
Tabung, infus dan seragam putih
Sebuah kamar
Ramai bingkai roti, obat dan jus
Akh.. masih sakit juga kamar itu
Kapan Sembuh?
Sby, 19 Januari 2009
Nada Sepotong Sajak
Bella's Lullaby
Tuts tuts kau mainkan
Jejari jejak jejak malam
Nada-nada lembut bibirmu terkatup
Mata tajam liar meletup
Kaulah serupa kutub
:Rindu yang tertutup
sby, 7 Januari 2009
Bella's Lullaby - Carter Burwell
More at MP3-Codes.com
Tuts tuts kau mainkan
Jejari jejak jejak malam
Nada-nada lembut bibirmu terkatup
Mata tajam liar meletup
Kaulah serupa kutub
:Rindu yang tertutup
sby, 7 Januari 2009
Bella's Lullaby - Carter Burwell
More at MP3-Codes.com
Sajak Pagi
Kupagut rindu di sepanjang shubuh
Embun basah terjuntai dari sulur lidahmu
Bibirpun dingin
Membeku enggan pisah
: Sampaikah puisi ini
7 Januari 2009
Embun basah terjuntai dari sulur lidahmu
Bibirpun dingin
Membeku enggan pisah
: Sampaikah puisi ini
7 Januari 2009
Dekapku, Lelaplah Nak
: Bocah Gaza
Tidurlah
Desing peluru yang menjadi lagu nina bobomu
Lelaplah
Dalam timang meriam-meriam bermesiu
Desir darah ibu terasa deras, biar saja
Meringkukmu memeluk damai
Di telingamu akan kudongengkan
Tentang negeri sunyi, atau padang gersang nan sepi
Dendang lirih gembala domba dan bisik kunang-kunang
Nyatanya dunia terlalu riuh ayat-ayat kematian
Begitu lekat, pekat dan dekat
Matamu terbelalak,
"Ibu.. air seni, ludah, dan ingusku"
: Kenapa merah?
Sby, Januari 2009
Tidurlah
Desing peluru yang menjadi lagu nina bobomu
Lelaplah
Dalam timang meriam-meriam bermesiu
Desir darah ibu terasa deras, biar saja
Meringkukmu memeluk damai
Di telingamu akan kudongengkan
Tentang negeri sunyi, atau padang gersang nan sepi
Dendang lirih gembala domba dan bisik kunang-kunang
Nyatanya dunia terlalu riuh ayat-ayat kematian
Begitu lekat, pekat dan dekat
Matamu terbelalak,
"Ibu.. air seni, ludah, dan ingusku"
: Kenapa merah?
Sby, Januari 2009
Meja-Meja-Meja [Ibu]
Roti dan Segelas teh hangat tertinggal, sisa kecupan yang tak pernah lagi sampai
Pagi dan setangkai bunga terhidang di meja, ia selalu menungguku di sana
Itu yang kuingat
Pigura kecil di atas meja, perempuan berdada lega menggendong bayi dengan selendang kumal, asyiknya si anak menetek sambil melinting daster kembang-kembang
Meja itu juga simpan dongeng hutan mata dan keranjang retak dada
Dulu, tawa tak pernah alpa menggelinding dari ujung-unjungnya
Meja ini sekarang diam tak lagi riuh, bercakap-cakap sepi, tak lagi bercerita.
foto-foto berjajar bisu, gambar kusam di dinding, tatapannya sayu ke jendela, sesekali ia mengerjap padaku
Kudekap bingkai persegi dan mata teduhnya merasuk dalam kalbu, Ia beratraksi sepeda roda satu ala sirkus, jumpalitan dalam dada yang menghangat. Aku terperangah. Itukah Ibu?
Hebat..! Jemarinya berakar-akar, kakinya kokoh bonggol pohon randu
Sepertinya dulu aku terlalu sibuk menghitung jarak, berlari dari meja satu ke meja yang lain. Membuntal taplak sembarangan tanpa dilipat rapi.
Kini datanglah rindu ketika hujan menari. Atap rumah lubang tepat di atas meja. Terlambat.. banyak cerita yang lupa disulam. Menambalnya tak cukup semalam.
Meja.. Meja.. Meja.. Basah.. “Ibu..!”
Bogor-jakarta-sby, Desember 2008
Pagi dan setangkai bunga terhidang di meja, ia selalu menungguku di sana
Itu yang kuingat
Pigura kecil di atas meja, perempuan berdada lega menggendong bayi dengan selendang kumal, asyiknya si anak menetek sambil melinting daster kembang-kembang
Meja itu juga simpan dongeng hutan mata dan keranjang retak dada
Dulu, tawa tak pernah alpa menggelinding dari ujung-unjungnya
Meja ini sekarang diam tak lagi riuh, bercakap-cakap sepi, tak lagi bercerita.
foto-foto berjajar bisu, gambar kusam di dinding, tatapannya sayu ke jendela, sesekali ia mengerjap padaku
Kudekap bingkai persegi dan mata teduhnya merasuk dalam kalbu, Ia beratraksi sepeda roda satu ala sirkus, jumpalitan dalam dada yang menghangat. Aku terperangah. Itukah Ibu?
Hebat..! Jemarinya berakar-akar, kakinya kokoh bonggol pohon randu
Sepertinya dulu aku terlalu sibuk menghitung jarak, berlari dari meja satu ke meja yang lain. Membuntal taplak sembarangan tanpa dilipat rapi.
Kini datanglah rindu ketika hujan menari. Atap rumah lubang tepat di atas meja. Terlambat.. banyak cerita yang lupa disulam. Menambalnya tak cukup semalam.
Meja.. Meja.. Meja.. Basah.. “Ibu..!”
Bogor-jakarta-sby, Desember 2008
Kelamin Esok
Esok adalah matahari dan juga bulan
Telanjang tanpa lengah, matanya jalang
Tapi selalu nyalang
Esok semacam ilalang
Tak mudah kikis, ataupun hilang
Esok tak akan pernah ringkih dalam dada
Melejit dalam nafas di setiap esoknya
Ketika terang ataupun gelap
Lalu berkelamin apakah esok?
: Cari tahu di balik celana dalammu saja
Sebuah tanya "Nun", 2 Januari 2009
Telanjang tanpa lengah, matanya jalang
Tapi selalu nyalang
Esok semacam ilalang
Tak mudah kikis, ataupun hilang
Esok tak akan pernah ringkih dalam dada
Melejit dalam nafas di setiap esoknya
Ketika terang ataupun gelap
Lalu berkelamin apakah esok?
: Cari tahu di balik celana dalammu saja
Sebuah tanya "Nun", 2 Januari 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura
Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...
-
Berkata senja pada pagi "Aku lelah menjadi sesudahmu" Dengan tangisnya yang luruh "Aku ingin menjadi kamu" Waktu lama me...
-
Bagaimana bisa aku bercakap-cakap sedangkan ruangan ini begitu kecil dan kau melayang-layang di luar sana Bagaimana aku me...