Maafkan aku Ibu...!

Tak sempat kukecup senyummu

Aku berlalu pergi


Dengan raut sebal

Sisa marah semalam


Hanya beringsut sesal dihati


Maafkan aku, ibu..!


Sarapan pagi

Kulewatkan saja


Lebih memilih

Hantam debu jalan


Daripada

Usap cinta di keningmu


Maafkan aku, ibu..!


22des06

Maaf bu, Hidanganmu menjadi dingin!

Perempuanku

Perempuanku

Pilih mati

tertelan laki laki


Perempuanku

Pilih mati

telanjang diri


Biar dikata

NAJIS


Siapa Peduli!!!


22des06 01.25

Tik Tok Tik Tok....

Tik tok tik tok..
Detak jam berbincang bincang
Bercengkrama menyulut gelap

Mengigau
Teriakkan nama nama

Entah dari mana didapat
Mungkin
diperjalanan lampau

Tik Tok Tik Tok..

Mengusik tidur malam
mengajak berdansa

Mengalunkan kompsosisi merdu
Entah gubahan siapa
Mungkin tetangga

Sajak Sederhana

Dimanakah Ibu..

membelah mimpi


Membelai pagi

dihidang sarapanku


Pelukmu menunggu

Jadi rindu aku padamu..


20nov06

Tanpa Sebab

Diujung senja

Meneguk perih

Tertusuk nyali

Menyala dingin

Kemudian

Pergi ....

20nov06

Telaga Puisi Untukmu Ibu

Telaga Puisi Untukmu Ibu
*kola
borasi puisi*

ada gurat letih yang harus kuterjemahkan
dalam menelusuri tapak perjalananmu, ibu
serupa seribu sajak yang tak terganti dari air kehidupan

rambutmu adalah gelombang putih di masa yang coklat
sedang tanganmu kini terbingkai urat-urat membiru
di kerut dahimu mimpiku teringin singgah

meski ibu tak pernah bersajak
air matanya yang letih menjadi telaga puisi

malam masih menyisakan kehangatan
seperti ibu yang terjaga
ada satu tanya di sana
“sudah berpulangkah kita pada hangat peluk di dada ibu?”

Alam maya, menjelang 22desember 2006
------------------------------------

Olin Monteiro, Hasan Aspahani, Mega Vristian, Epri Tsaqib, Johannes Sugianto, Setiyo Bardono, Gita Pratama , leeyaa, Dedy T Riyadi

Noda Merah Darah

Menyala
Terbakar bisu

Apa yang tersimpan,
Dibalik jubah kebesarannya
Hingga na
di mengalir benci

Tunggu saja diujung maut
Cerita akan segera tersumpah

Kematian tiba tiba
Matahari berdarah
darah



Masih dengan Pisau Tertancap di Punggung, Ia Menari

Hujan tanda jadi

Menggenang telaga


Mata mencari

Kaki menari


Pesta malam

Menunggu sebotol bir

Didaulat mabuk peri turun


Menunggu senyap kabut

Riuh dendam tertelan

Menanda peri lupa diri


Peri mengutus matahari

Keburu mabuk, ucapnya


Di punggung belati

Mengganti cemeti


Dendang lagu

Mencoba merayu


Luka hati luka kaki

Masih tertancap

Dan matahari menari


13des06

Menikam Matahari dari Belakang

Kabut tersulut

Kalut


Tertahan

Menunggu vonis

Terhukum


Dirahimnya

Dendam membenih


Mata pisau

Menjelma saksi

”Tertikam matahari”

12des06

TERBATA

Serpihan malam ini belum bisa terbaca

Kata kata itu masih terpecah

Belum bisa berkaca


kamar, 23nov06

Sungguh

Aku tidak mau

Ada kerikil di sepatuku


Sejenak lepas angan

Menjejak sesak pelan


Aku tidak mau

Merajah langit dengan warna abuabu


Pagi seperti ini

Aku tak mau mati


Aku tidak mau

Berenang di telaga beku


Sepenuh arti aku menunggu

Tanpa malu aku rindu


Dan aku mencintaimu

Sungguh


Selamanya aku milikmu

Tanpa perlu ragu


Gita_leeyaa, senja ini

Hanyut Tenggelam

Hanyut juga aku
Di kesunyian orang orang kesepian
Mungkin memang aku yang sepi
Tak bermaksud menyalahkan
Begitu betah dan tak segera beranjak
Pagi telah lewat selepas sarapan
Tetap saja senyap
Ini hanya sisa bayangan pagi
Yang selalu membuntuti
Sepertinya bukan hanyut
Tapi memang tenggelam


LobbyGP, 8des06

Bosan ato Malas

Terperangkap diruang sunyi tanpa jarak
Hanya sejengkal dengan mimpi buruk
Ia tertidur pulas tak nampak buas
Senyum manis namun licik
Suara renyah ada palsu disitu
Dulu mungkin aku girang
Henyak lepas saja
Aku malas

Lobby GP, 8des06

Janji Kembali

Berkarat sepi diriuh mesin
Jejak nasib terhempas pergi
lirih suara angin berbisik
Enggan menghela pagi
Layak sodara tua yang terikat hati
disini terpatri aku janji kembali

jkt,5des06

Ini Jam berapa?

Ini jam 4 pagi
Tapi aku masih mengigau
Dalam sadar
Engaku bergurau
Akh sudahlah
Shubuh segera datang
Menggantikan desahmu
Yang menderu diingatanku

kamar,6des06

Biar Seperti ini

Perjanjian Tiba disini
Lalu hilang begitu saja
Tanpa kabar

Lebih baik begini
Menjadi suram tanpa kata
Senyum menggantung
Menyambut janji tanpa makna

layangkan saja surat
hari kemaren berakhir
Tanpa bunga tanda jeda

4des06

Keranjang Hujan

Gerah
Pagi ini tak berembun
Berisi jenuh
Menunggu diujung daun

4des06

Hujan Milikmu

Bidadari bersayap
Memajang jejak
Diikuti sejenak
Kali ini Basah rembulan

4des06

Hujan Kedua

Berpayung menunggu gerimis
Tak henti menjemput muram
Dalam liuk gerhana bulan
Ditirai rinaimu senyum menjelma


4des06

Hujan Pertamaku

Dalam hujan menjelma bau tanah
Tanpa hentakan petir membujuk kejut
Gundah terlalu lama berkutat
Meresap dijeruji senyap celah

Dingin ini menjelma perih
Menusuk sepi hati
lenguhan bulan disela gemuruh
Memanggil kasih yang menunggu

4des06

bulanmu lewat begitu saja

Direngkuhnya ingin bertemu
Kau pergi berlabuh

Senjamu berkutat bulan muram
Lelaki menyapa bulan
Pada peraduan malam

Tiba kau lewat
Tak tersisa
Tak terasa
Hanya segitu

Beberapa detik mengiggau
Ingin bertemu

Ada yang dengar
Bulanpun datang sekejap
Namun lewat seperti mengerjap


2des06
Ada setan lewat untung tak menerkam
Lama tak bertemu ternyata begitu saja "W"

Gara Gara Aa';!!

Aduh...
Ibu menelantarkan sarapan pagi
Berburu koran sebelum diantar

Ibu..
Perut berteriak
Senyum renyah pagi hari sepi sekali

Akh... Beliau terdiam saja
Duduk lesu dikursi kayu
Menerkam habis sarapan gosip

Ada apa bu...?
"akh.. knapa poligami?"
Bisiknya

Aku terkikik..
"Ibu.. itu idolamu?"
"Sosok itu memikat tapi itu senjatanya"

Ayah acuh saja
Tak perduli
Mengambil tas, berangkat kerja
Dan Ibu masih saja tak beranjak

Kami sudah pulang
Ibu.. nasi pagi sudah dingin
Seharian engkau hanya terdiam disitu

Ayah membongkar lelahnya sendiri
Aku menyelidik tatapannya

Semua diam
Mojok disudut ruang
Membiarkan ibu sendiri

"Akh kenapa poligami?"
bisiknya sekali lagi

2des06
Ibu.... aku tersenyum melihatmu
ternyata Ibuku sama seperti ibu ibu yang laen..!
he..he..he..he..he..

Lelaki Kecil dengan Punggung Kura - Kura

Lelaki kecil berjalan meniti tepi jalan sambil menggandeng bapak Ingus yang naik turun ia biarkan sambil mengingat hitungan mundur Tangan la...